Rabu, 14 Januari 2009














Oleh : Rohsyiandi Santika


Sudah cukup Bumi Pertiwi ini ditimpa musibah yang datang silih berganti tiada henti. Musibah yang berupa bencana alam, ekonomi, politik bahkan musibah sosiokultural yang saat ini menggerogoti bangsa ini, bangsa Indonesia. Indonesia, yang dulunya dikenal sebagai bangsa timur, yang memiliki peradaban khas akan ramah tamah, sopan, bersahaja, jujur, bermoral tinggi, bermartabat dan berperikemanusiaan karena kebudayaan luhur yang dimilikinya. Namun, semua itu akhir-akhir ini seakan hilang,. Sinar yang dulunya terang itu perlahan meredup ditelan zaman.

Infiltrasi dan asimilasi budaya yang terjadi antara budaya Indonesia dan budaya luar perlahan-lahan mulai menggeser kebudayaan yang dulu sangat kita bangga-banggakan, kebudayaan yang dulu sangat kita junjung tinggi. Kesemuanya itu kini telah hilang terkikis oleh peradaban asing yang konon dianggap paling baik dan “paling maju”. Pemikiran-pemikiran liberal yang dimasukkan oleh orang-orang, tokoh-tokoh cendikiawan asing membuat Bangsa ini seakan-akan lupa dengan karakternya dan lupa akan siapa dirinya

Akibat dari pergeseran budaya itu, generasi bangsa telah menjadi korban. Hal-hal yang dulunya dianggap tabu, seperti berduaan antara wanita dan laki-laki, berpakaian terbuka yang menggumbar nafsu, gambar-gambar dan patung porno seolah menjadi hal yang lumrah untuk saat ini. Bahkan yang lebih memuakkan, para penjahat-penjahat moral sudah tidak segan-segan lagi bermaksiat dimuka umum, di hadapan anak-anak mereka.

Begitu hancurnya moral, dan peradaban bangsa saat ini, sampai-sampai rakyat, aparatur Negara bahkan pemerintah yang berkuasa seolah-olah menutup mata terhadap permasalahan ini. Padahal, kejahatan moral itu jelas- jelas terjadi di depan mata mereka, mata kita semua. Akankah kita biarkan semua ini terus berlanjut? akankah kita biarkan generasi-generasi terbaik bangsa meniru perbuatan orang-orang tuanya yang sudah tidak manusiawi lagi ?

Bangsa ini perlu hukum positif yang mengatur permasalahan moral bangsa yang hari ini tidak seperti sediakala. Hukum yang secara tegas memberikan sanksi kepada pelaku kejahatan moral. RUU APP, merupakan sebuah solusi konkrit untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Berbagai polemik seputar RUU APP yang terjadi, pada dasarnya bukan dikarenakan RUU APP yang bermasalah namun ada sebab-sebab lain. Tarik ulur pengesahan RUU yang telah hampir 10 tahun lebih dibahas, tidak lepas dari kepentingan politik kelompok tertentu, yang ingin memanfaatkan permasalahan moral itu untuk sebuah keuntungan, sehingga yang terjadi adalah banyaknya pro kontra yang timbul.

Penyebab lain adalah hari ini sosialisasi tentang isi RUU APP dirasakan sangat kurang gencar dilakukan, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi secara gamblang dan menyeluruh tentang RUU APP, dan informasi di dapat hanya dari mendengar pendapat orang lain, bukan membaca secara langsung isi RUU tersebut.

Ada beberapa wacana negatif yang berkembang mengenai RUU tersebut, yang dikarenakan pemahaman secara parsial oleh masyarakat dan itu dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memanaskan suasana. Namun pada dasarnya, apabila masyarakat sadar dan mau untuk mencari tahu isi RUU APP yang sebenarnya dan kemudian menelaah secara benar keseluruhan isinya, wacana-wacana negatif itu terbantahkan seluruhnya oleh beberapa pasal didalamnya.

Wacana yang mengatakan bahwa RUU APP akan menyeragamkan kebudayaan Indonesia, sesungguhnya telah terbantahkan dalam pasal 2 yang berbunyi : ”Pengaturan Pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, Penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinekaan, kepastian hukum, non diskriminasi dan perlindungan terhadap warga negara”. Pada pasal tersebut jelas, bahwa RUU ini sama sekali tidak menyeragamkan budaya bangsa. Jika hari ini, pertanyaan bagaimana dengan saudara-saudara kita yang di Papua? Penulis malah balik bertanya, apakah kita akan terus membiarkan saudara-saudara kita itu terus berada dalam ketertinggalan, bukankah kita ingin mereka merasakan hal yang sama dengan kita? Wacana ini juga semakin terbantahkan dalam pasal 14 yang berbunyi : ”Pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai : a. seni dan budaya; b. Adat istiadat ; dan c. ritual tradisional ”

Kemudian wacana yang mengatakan bahwa RUU APP mendeskriditkan kaum wanita. Namun lagi-lagi wacana ini terbantahkan karena tidak satupun isi dari RUU ini yang menempatkan wanita sebagai objek kriminal, justru RUU ini ingin mengangkat derajat wanita, dan melindungi mereka serta anak-anak. Dalam pasal 3 yang berisi tujuan RUU APP itu di buat sudah sangat jelas, bahwa RUU ini untuk melindungi warga negara Indonesia, bukan hanya wanita.

Pertanyakan yang perlu direnungkan kembali penulis ajukan kepada kita semua, kalau hari ini ketika kita berkunjung ke negeri orang, bukankah kita harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan negeri yang kita kunjungi tersebut? Apalah artinya pribahasa yang kita pelajari selama ini, yang mengatakan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung? Kenapa justru kita yang harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan asing yang masuk, bukankah seharusnya tamu itu mengikuti aturan tuan rumah? Pertanyaan ini khusus penulis ajukan kepada masyarakat yang menolak RUU APP, dengan alasan pariwisata.

RUU APP ini, bukan ingin membuat batasan-batasan yang jelas kepada kita dalam bertindak. RUU APP hanya ingin mengangkat martabat bangsa Indonesia. Jangan biarkan bangsa ini, lebih jauh kehilangan karakter ketimurannya, jangan biarkan generasi bangsa ini hancur oleh pornografi. Jangan biarkan oknum-oknum kejahatan moral terus berkeliaran merusak dan mengeksploitasi wanita Indonesia yang begitu berharga. Kapan kita akan terbangun dari mimpi buruk negeri ini? Penulis berharap masyarakat bisa cerdas dan memahami RUU secara utuh, jangan setengah-setengah.

0 Comments:

Post a Comment